Profil

Senin, 10 Februari 2014

Degup

Dalam tiga rakaat shalat maghribku, aku selipkan namamu pada sujud terakhir.

Meremang, aku ingin menangis sejenak. Aku tahu Tuhan selalu menyimpan jawaban dari setiap doa, jadi aku berdoa banyak-banyak. Sangaaat banyak. Meski semuanya tentang satu hal.

Aku ingin menangis sebentar. Merasakan darahku berpusat di rongga dada dan mengalir hangat sampai ke titik luka. Aku merindukan degup jantungmu, kemudian rasanya ingin menangis sekencang yang aku bisa, di dadamu. Membagi setiap perih tanpa suara dan tanpa kata. Sungguh aku ingin bersamamu sampai batas dunia yang ditentukan Tuhan. Bahkan dalam dunia setelahnya.

Aku mau menangis sekencang yang aku bisa, di dadamu. Tanpa banyak pertanyaan dan protes. Cukup degup jantungnya yang bicara, aku merindukannya. Lihatlah, berapa banyak yang telah diambil dari diriku. Aku bahkan tidak dapat memiliki air mataku sendiri. Mereka terus saja mengalir. 

Ini adalah titik nadir, titik terjauh dari jangkauan kebahagiaan. Hanya dengan melihat wajahmu aku sanggup merangkak keluar darinya. Atau mendengar degup jantungmu, aku... merindukannya.

Aku tahu suatu saat kamu akan membaca ini. Kemudian bertanya-tanya apa yang terjadi. Aku tidak bisa berkata apa pun. Aku hanya ingin menangis keras-keras, sekuat yang aku bisa. Tanpa banyak ditanya atau dimarahi. Aku mau menangis sampai aku lelah sendiri. Maka setelahnya aku akan baik-baik saja. Semoga.

Aku tahu kesedihan-kesedihanku tak baik buatmu. Tapi aku benar ingin menangis sepuasnya, di dadamu. Degup jantungmu membuatku hangat. Membuatku hidup dan hidup.

Aku ingin hujan, sekarang. Dinginnya akan menenteramkan. Baunya membuatku semakin merindukan rumah. Tapi aku seperti tak memiliki tempat untuk pulang. Aku takut berada di mana pun, aku hanya ingin melihatmu. Dan mendengar setiap suara dari dirimu. Bahkan suara dengkurmu atau suara perutmu.

Aku merindukan segala hal tentang dirimu.

Dalam tiga rakaat shalat maghribku, aku selipkan namamu pada sujud terakhir. Tidak ada yang salah dari banyak meminta. Maka aku berdoa, berdoa, berdoa. Sengau.


Meditria, 2014. Hati-hati di jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar