Nee,
Syaoran. Sakura desu. Genki desuka?
Aku
ingin mengatakan satu hal. Ahahah bodoh, banyak hal maksudku. Tidak, tidak,
satu hal yang pada akhirnya akan mengungkapkan banyak hal. Tidak apa kan? Toh
sudah lama sekali tidak bercerita panjang lebar.
Nee,
Syaoran.
Dulu
sekali aku punya sebuah taman dalam lipatan kepalaku. Duluuuuuu sekali. Rasanya
sudah lama aku tidak pergi ke sana. Mhihihi, aku hanya akan berbagi taman itu
dengan seseorang yang aku percayai. Mungkin aku sudah gila? Mungkin saja ;p
Dalam
taman itu, Syaoran. Ada tempat-tempat dan sudut-sudut yang khusus dibuat oleh
arsitek sebagai tempat untuk menyendiri. Atau berbagi dalam kesendirian. Pernah
mendengar sesuatu seperti ini?: “Kau sedang ingin sendiri? Aku juga sedang
ingin menyendiri. Jadi, mengapa tidak kita lakukan bersama?” Ahahaha aku tau
kamu tidak akan mengerti. Dan kamu pasti tau arsitek dari taman itu tentu saja
aku. Ahahaha *senyum*
Syaoran,
di taman itu ada beberapa buah bangku omong kosong yang berderet sepanjang jalan
paving blok. Ada lampu-lampu tua yang berjajar di sisi lainnya, mereka akan
menyala selepas pukul 17.30 tepat. Bangku-bangku itu, Syaoran, telah banyak
tergores oleh kuku-kuku tangan yang putus asa. Ada banyak juga guratan-guratan
sepi yang tertinggal di sana. Tidak semua lampu menyala, ada beberapa yang
padam karena rusak. Ada pula yang pecah, bekas terpukul sesuatu. Dan Syaoran,
hanya aku yang tinggal di taman ini. Jadi kamu pasti mengerti maksudku :)
Ada
sebuah bangku yang paling sering aku datangi. Letaknya paling dekat dengan
jembatan. Dari situ aku bisa menatap lurus bunga-bunga teratai yang tumbuh. Air
kolamnya setengah keruh dan tidak bergerak. Aku tidak pernah mengetahui
bagaimana dasarnya. Mungkin ada ikan-ikan kecil yang hidup di sana. Mungkin
juga ada arus deras yang tak kelihatan. Aku tidak pernah tahu, aku hanya
penikmat permukaannya yang begitu teduh. Sesekali aku melemparkan batu-batu
kecil ke tengah-tengah permukaan. Merusak daunan teratai hingga aku puas
melakukan itu. Kamu tahu aku bisa melakukan apa saja di sini.
Di
setiap sisi dari taman ini banyak ditumbuhi oleh pohon maple. Aku sangat suka
saat musim gugur tiba, taman ini akan berwarna keemasan. Aku sangat menyukai
daun maple. Aku menyukai musim gugur. Saat daunan maple gugur menumpuk di tiap
sudut paving blok dan menutupi bangku-bangku taman yang sepi, meski dipenuhi
dengan omong kosong. Hahahaha.
Nee,
Syaoran.
Kamu
tahu aku tidak pernah begitu menyukai bunga sakura sampai aku mengenalmu. Aku
berjanji akan menanam banyak pohon sakura di taman ini. Mungkin aku akan tanam
di seberang jembatan, di sana jarang sekali aku singgahi karena terlalu banyak
kabut. Mungkin pohon-pohon sakura itu nantinya akan mengusir sedikit demi
sedikit kabut yang dingin.
Ahahaha.
Aku terlalu banyak berandai-andai. Tapi... aku bebas melakukan apa pun di taman
ini. Aku menyukai taman ini. Karena hanya aku yang tinggal di sini, aku hanya akan
membaginya dengan orang yang tepat. Di taman ini aku bisa menangis sepuasnya,
menjerit tanpa mengganggu siapa pun. Atau bernyanyi apa pun, melakukan apa pun.
Bahkan jika kedua orang tuaku bertengkar aku akan pergi ke sini. Jika seseorang
membuatku muak aku akan pergi ke sini. Jika hidupku mulai bermasalah aku akan
pergi ke sini. Benar Syaoran, taman ini lebih sering aku datangi saat aku
merasa tidak memiliki siapa pun.
Saat
musim penghujan, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan duduk di papan ayunan
yang basah. Suara deritnya terdengar nyaring karena rantai-rantai yang setengah
berkarat. Aku akan memandangi kubangan-kubangan yang menggenang akibat hujan
yang turun seharian. Sampai lampu-lampu taman menyala, kemudian membiaskan
cahaya yang menembus ranting-ranting. Saat itu akan sangat luar biasa. Bukankah
kamu amat mengetahui kalau aku begitu menyukai lampu-lampu kemerahan. Kamu
pasti sangat tahu :)
Papan
ayunan itu ada dua. Letaknya berdampingan. Aku lebih suka duduk di sebelah kiri
karena papannya berwarna ungu. Aku menyukai warna ungu meski selalu
mengingatkanku pada perempuanmu yang dahulu. “Dia cantik dan terluka. Terlalu
sempurna untuk disembunyikan hujan, disembunyikan gerimis.” Aku tidak pernah
membencinya. Tidak ada yang salah karena waktulah yang mempertemukan kamu lebih
dulu dengannya. Aku mengenalmu setelahnya, saat taman ini hampir jadi. Hanya
saja dulu tidak seperti ini.
Hei,
Syaoran. Aku tahu kamu tidak begitu mengerti apa yang kukatakan. Ahahaha, tidak
apalah. Aku hanya sedang ingin mengatakan semuanya. Aku ingin kamu mengetahui
bahwa di taman ini juga ada pelangi, jarang sekali datang. Aku harus pergi ke
sebuah gazebo kecil di pinggiran tebing untuk melihat pelangi. Letak gazebo itu
di seberang jembatan kusam yang telah kuceritakan, setelah berjalan sedikit di
antara semak. Pelangi akan datang jika kabut menghilang. Aku sesekali ke sana
jika merasa bosan. Ada sisa-sisa gaung masa lalu, jadi aku tidak terlalu
menyukai tempat itu. Anginnya juga terlampau kencang.
Di
taman ini belum ada air mancur, nanti aku akan membuatnya bersama patung-patung
kura-kura yang lucu. Kemudian burung-burung kecil akan sering hinggap di sana
dan bernyanyi. Oyha, Syaoran. Tidak jauh dari papan ayunan, tepatnya di
seberang sungai ada meja pualam yang tidak begitu besar. Bentuknya bundar dan
ada dua buah kursi pualam yang berhadapan. Di sana banyak rumput-rumput yang
tumbuh, dan sesekali akan terdengar suara jangkrik. Diam di sana membuatku
tidak merasa sendirian :)
Nee,
Syaoran. Aku mungkin adalah perempuan yang tidak pernah konsisten dengan
perasaannya. Maksudku bukan perasaan terhadap dirimu. Melainkan perasaan yang
lain. Aku bukan perempuan sempurna seperti kebanyakan perempuanmu terdahulu.
Aku bisa mencintai dengan terlalu dan membenci juga dengan terlalu. Aku sangat
mencintai taman ini dan aku bisa sangat membencinya jika terlalu banyak masa
lalu yang tertinggal di sini.
Sekian
musim aku meninggalkan taman ini. Sekarang aku mencoba berani untuk
mendatanginya. Aku sudah membersihkan sisa-sisa kemarin yang amat menyakitkan.
Taman ini adalah taman yang baru. Kabutnya juga sudah menghilang. Sekarang
sedang musim penghujan jadi aku akan singgah dan diam di papan ayunan yang
berderit pelan. Aku tidak tahu apa aku akan membenci lagi taman ini. Aku tidak
tahu apa cinta akan bertahan lama di taman ini.
Hei,
Syaoran. Tuhan telah memberiku rasa sayang yang telah kubagi denganmu. Dan aku
ingin terus membaginya sampai taman ini hilang dengan sendirinya, sampai dunia
berhenti atas kehendak-Nya, juga sampai dunia setelahnya, aku akan senang
membagi rasa sayang ini padamu. Mungkin tidak akan pernah ada yang tahu nasib
taman ini kelak. Sekarang aku hanya ingin membaginya denganmu. Kamu boleh
datang ke sini kapan saja, kamu boleh melakukan apa saja. Nanti kita tanam
pohon stroberi banyak-banyak di sudut dekat gazebo. Supaya belukarnya
berkurang, atau lebih baik kita tiadakan saja semak-semak yang mengganggu itu.
Jadi pelangi akan lebih sering singgah kemari. Kamu tahu? Aku ingin cinta yang
kini tumbuh bisa terus bertahan karena taman ini juga akan selalu ada. Setiap
musim masih datang bergantian, teratainya akan selalu mekar, musim hujan akan
menjadi musim terbaik dan musim gugur akan tetap menjadi yang paling indah.
Kemudian akan ada musim semi saat bunga sakura bermekaran. Mereka akan selalu
ada jika kamu juga meyakininya.
Umh... Syaoran, sekarang kamu mengerti
maksudku?
***
Sakura, 2013.