Profil

Rabu, 21 Agustus 2013

Tegami: Taman

Nee, Syaoran. Sakura desu. Genki desuka?

Aku ingin mengatakan satu hal. Ahahah bodoh, banyak hal maksudku. Tidak, tidak, satu hal yang pada akhirnya akan mengungkapkan banyak hal. Tidak apa kan? Toh sudah lama sekali tidak bercerita panjang lebar.

Nee, Syaoran.
Dulu sekali aku punya sebuah taman dalam lipatan kepalaku. Duluuuuuu sekali. Rasanya sudah lama aku tidak pergi ke sana. Mhihihi, aku hanya akan berbagi taman itu dengan seseorang yang aku percayai. Mungkin aku sudah gila? Mungkin saja ;p

Dalam taman itu, Syaoran. Ada tempat-tempat dan sudut-sudut yang khusus dibuat oleh arsitek sebagai tempat untuk menyendiri. Atau berbagi dalam kesendirian. Pernah mendengar sesuatu seperti ini?: “Kau sedang ingin sendiri? Aku juga sedang ingin menyendiri. Jadi, mengapa tidak kita lakukan bersama?” Ahahaha aku tau kamu tidak akan mengerti. Dan kamu pasti tau arsitek dari taman itu tentu saja aku. Ahahaha *senyum*

Syaoran, di taman itu ada beberapa buah bangku omong kosong yang berderet sepanjang jalan paving blok. Ada lampu-lampu tua yang berjajar di sisi lainnya, mereka akan menyala selepas pukul 17.30 tepat. Bangku-bangku itu, Syaoran, telah banyak tergores oleh kuku-kuku tangan yang putus asa. Ada banyak juga guratan-guratan sepi yang tertinggal di sana. Tidak semua lampu menyala, ada beberapa yang padam karena rusak. Ada pula yang pecah, bekas terpukul sesuatu. Dan Syaoran, hanya aku yang tinggal di taman ini. Jadi kamu pasti mengerti maksudku :)

Ada sebuah bangku yang paling sering aku datangi. Letaknya paling dekat dengan jembatan. Dari situ aku bisa menatap lurus bunga-bunga teratai yang tumbuh. Air kolamnya setengah keruh dan tidak bergerak. Aku tidak pernah mengetahui bagaimana dasarnya. Mungkin ada ikan-ikan kecil yang hidup di sana. Mungkin juga ada arus deras yang tak kelihatan. Aku tidak pernah tahu, aku hanya penikmat permukaannya yang begitu teduh. Sesekali aku melemparkan batu-batu kecil ke tengah-tengah permukaan. Merusak daunan teratai hingga aku puas melakukan itu. Kamu tahu aku bisa melakukan apa saja di sini.

Di setiap sisi dari taman ini banyak ditumbuhi oleh pohon maple. Aku sangat suka saat musim gugur tiba, taman ini akan berwarna keemasan. Aku sangat menyukai daun maple. Aku menyukai musim gugur. Saat daunan maple gugur menumpuk di tiap sudut paving blok dan menutupi bangku-bangku taman yang sepi, meski dipenuhi dengan omong kosong. Hahahaha.

Nee, Syaoran.
Kamu tahu aku tidak pernah begitu menyukai bunga sakura sampai aku mengenalmu. Aku berjanji akan menanam banyak pohon sakura di taman ini. Mungkin aku akan tanam di seberang jembatan, di sana jarang sekali aku singgahi karena terlalu banyak kabut. Mungkin pohon-pohon sakura itu nantinya akan mengusir sedikit demi sedikit kabut yang dingin.

Ahahaha. Aku terlalu banyak berandai-andai. Tapi... aku bebas melakukan apa pun di taman ini. Aku menyukai taman ini. Karena hanya aku yang tinggal di sini, aku hanya akan membaginya dengan orang yang tepat. Di taman ini aku bisa menangis sepuasnya, menjerit tanpa mengganggu siapa pun. Atau bernyanyi apa pun, melakukan apa pun. Bahkan jika kedua orang tuaku bertengkar aku akan pergi ke sini. Jika seseorang membuatku muak aku akan pergi ke sini. Jika hidupku mulai bermasalah aku akan pergi ke sini. Benar Syaoran, taman ini lebih sering aku datangi saat aku merasa tidak memiliki siapa pun.

Saat musim penghujan, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan duduk di papan ayunan yang basah. Suara deritnya terdengar nyaring karena rantai-rantai yang setengah berkarat. Aku akan memandangi kubangan-kubangan yang menggenang akibat hujan yang turun seharian. Sampai lampu-lampu taman menyala, kemudian membiaskan cahaya yang menembus ranting-ranting. Saat itu akan sangat luar biasa. Bukankah kamu amat mengetahui kalau aku begitu menyukai lampu-lampu kemerahan. Kamu pasti sangat tahu :)

Papan ayunan itu ada dua. Letaknya berdampingan. Aku lebih suka duduk di sebelah kiri karena papannya berwarna ungu. Aku menyukai warna ungu meski selalu mengingatkanku pada perempuanmu yang dahulu. “Dia cantik dan terluka. Terlalu sempurna untuk disembunyikan hujan, disembunyikan gerimis.” Aku tidak pernah membencinya. Tidak ada yang salah karena waktulah yang mempertemukan kamu lebih dulu dengannya. Aku mengenalmu setelahnya, saat taman ini hampir jadi. Hanya saja dulu tidak seperti ini.

Hei, Syaoran. Aku tahu kamu tidak begitu mengerti apa yang kukatakan. Ahahaha, tidak apalah. Aku hanya sedang ingin mengatakan semuanya. Aku ingin kamu mengetahui bahwa di taman ini juga ada pelangi, jarang sekali datang. Aku harus pergi ke sebuah gazebo kecil di pinggiran tebing untuk melihat pelangi. Letak gazebo itu di seberang jembatan kusam yang telah kuceritakan, setelah berjalan sedikit di antara semak. Pelangi akan datang jika kabut menghilang. Aku sesekali ke sana jika merasa bosan. Ada sisa-sisa gaung masa lalu, jadi aku tidak terlalu menyukai tempat itu. Anginnya juga terlampau kencang.

Di taman ini belum ada air mancur, nanti aku akan membuatnya bersama patung-patung kura-kura yang lucu. Kemudian burung-burung kecil akan sering hinggap di sana dan bernyanyi. Oyha, Syaoran. Tidak jauh dari papan ayunan, tepatnya di seberang sungai ada meja pualam yang tidak begitu besar. Bentuknya bundar dan ada dua buah kursi pualam yang berhadapan. Di sana banyak rumput-rumput yang tumbuh, dan sesekali akan terdengar suara jangkrik. Diam di sana membuatku tidak merasa sendirian :)

Nee, Syaoran. Aku mungkin adalah perempuan yang tidak pernah konsisten dengan perasaannya. Maksudku bukan perasaan terhadap dirimu. Melainkan perasaan yang lain. Aku bukan perempuan sempurna seperti kebanyakan perempuanmu terdahulu. Aku bisa mencintai dengan terlalu dan membenci juga dengan terlalu. Aku sangat mencintai taman ini dan aku bisa sangat membencinya jika terlalu banyak masa lalu yang tertinggal di sini.

Sekian musim aku meninggalkan taman ini. Sekarang aku mencoba berani untuk mendatanginya. Aku sudah membersihkan sisa-sisa kemarin yang amat menyakitkan. Taman ini adalah taman yang baru. Kabutnya juga sudah menghilang. Sekarang sedang musim penghujan jadi aku akan singgah dan diam di papan ayunan yang berderit pelan. Aku tidak tahu apa aku akan membenci lagi taman ini. Aku tidak tahu apa cinta akan bertahan lama di taman ini.

Hei, Syaoran. Tuhan telah memberiku rasa sayang yang telah kubagi denganmu. Dan aku ingin terus membaginya sampai taman ini hilang dengan sendirinya, sampai dunia berhenti atas kehendak-Nya, juga sampai dunia setelahnya, aku akan senang membagi rasa sayang ini padamu. Mungkin tidak akan pernah ada yang tahu nasib taman ini kelak. Sekarang aku hanya ingin membaginya denganmu. Kamu boleh datang ke sini kapan saja, kamu boleh melakukan apa saja. Nanti kita tanam pohon stroberi banyak-banyak di sudut dekat gazebo. Supaya belukarnya berkurang, atau lebih baik kita tiadakan saja semak-semak yang mengganggu itu. Jadi pelangi akan lebih sering singgah kemari. Kamu tahu? Aku ingin cinta yang kini tumbuh bisa terus bertahan karena taman ini juga akan selalu ada. Setiap musim masih datang bergantian, teratainya akan selalu mekar, musim hujan akan menjadi musim terbaik dan musim gugur akan tetap menjadi yang paling indah. Kemudian akan ada musim semi saat bunga sakura bermekaran. Mereka akan selalu ada jika kamu juga meyakininya.


Umh... Syaoran, sekarang kamu mengerti maksudku?


***

Sakura, 2013.