Suka :)
Minggu, 23 Maret 2014
Samudera dan Teluk
Cinta tidak pernah salah. Penulis novel atau penyair manapun akan
setuju dengan itu, bahwa cinta selalu benar. Cinta dapat menggabungkan dua
sifat yang berbeda untuk menjadi campuran yang homogen, menjadikan dua hal yang
berlainan untuk membentuk kombinasi yang luar biasa. Seperti menaburkan bubuk
kacang pada eskrim coklat, atau menggabungkan warna hitam pekat dengan merah
muda yang lembut.
Bagiku, kita adalah kombinasi paling unik yang pernah ada. Seperti
penggabungan antara samudera yang teduh dengan teluk yang ramai. Yah, semacam
sanguinis-melankolis. Aku bersyukur untuk itu, bukankah perbedaan adalah hal
yang paling indah dari cinta?
“Cinta seperti apa yang kau harapkan? Rama dan Sinta? Lupakan!” Aku
teringat perkataan temanku. Ia benar, aku bukanlah Rama. Aku Rahwana. Aku yang
merampas Sinta dari tercintanya, aku adalah seorang pencuri. “Selamanya Sinta
tidak akan bersama Rahwana, kawan.”
Aku benar-benar terjebak dalam rasa yang membuatku nyaris meledak. Aku
mencintaimu, cinta tidak pernah salah, kan? Namun, mengapa segalanya membuatku
seakan-akan menjadi seseorang yang paling kejam? Bukankah Rahwana dan Sinta
bisa menjadi kombinasi yang luar biasa?
“Dia bersama orang lain. Lupakan saja.” Lalu aku harus bagaimana?
Merindukanmu dalam diam? Kemudian mengirim perahu-perahu dari samuderaku untuk
menuju teluk, untuk singgah membawa perasaan rindu yang tak tersampaikan ini?
Aku nyaris meledak.
Selasa, 11 Maret 2014
Momiji 2
seperti yang sudah-sudah
aku merayakan kesendirian di sini, di taman ini
aku belum mau pulang ke kenyataan
darahku berdesir, mungkin akan keluar dari setiap pepori
yang mengelupas oleh cuaca
seperti kulit batang pohon jambu merah
mataku liar membaca jalanan
menatap lurus paving blok yang berlumut
berharap ada sedikit kehidupan di situ
sekarang sudut taman ini terasa mati
mati semua, burung-burung juga hampa
lantai pualam yang kusam, dinding kapur
gema suaramu memantul
aku semakin merindukan kenyataan
tapi aku terjebak di sini, tidak bisa ke mana pun
aku rasa kepalaku akan pecah
bola mataku juga, terlalu perih
mungkin pembuluh darahku sedang mendidih
ketakutan
aku bisa menenggak beberapa amitryptiline
kemudian tertidur sebentar dengan suhu badan yang tinggi
tapi saat terbangun, aku masih ada di taman ini
bawa aku kembali
di sini musim gugur mematikan setiap nafas
merenggut nasib dan harapan tinggal sekerat
aku takut
aku lupa jalan pulang
Momiji mengering, terbakar sendiri
aku lupa jalan pulang
Momiji mengering, terbakar sendiri
di manakah namamu?
di sela pokok cemara tidak ada bulan sabit
di dekat semak hanya ada ilalang
di manakah namamu?
mengapa hilang dari taman ini?
atau aku yang terlalu jauh pergi?
bawa aku kembali
di sini hanya ada seringai
semakin malam musim gugur mulai berubah
bintang hadir, lalu pecah di atas kepalaku
anak-anak tupai berlarian mencari lubang
hatiku juga berlubang
semuanya berlubang
Momiji tak lagi menutupi
mereka terbakar sendiri
dan aku lupa jalan pulang
bawa aku kembali
bawa aku ke pagi-pagi
2014.
Senin, 10 Maret 2014
Momiji
mo, kalau nanti ada yang tanya aku di mana,
bilang saja aku pergi ke taman.
kalau ada ya, soalnya mungkin saja tidak ada
aku ke taman sendirian dan disambut musim gugur
di sini sepi, sejumput rumput ditutupi Momiji
pada Momiji itu, mo, aku bisa tuliskan apa saja
kau mau aku tuliskan namamu?
aku dikutuk dalam keramaian, mo
jadi rasanya sangat nyaman berada dalam kesendirian ini
kau juga, singgahlah kemari kapan-kapan
biar kita berdua bisa bersama-sama menyendiri
musim gugur mungkin tak akan lama, mo
di sini sepi, dan sendu
dan semua tampak mengeluh karena matahari terlalu malu-malu
burung gereja berkicau sendiri-sendiri, di bawah pucuk cemara
musim hujan kemarin menyisakan banyak lubang, mo
namun ditutupi Momiji
kenapa Momiji itu terlalu suka jatuh, mo?
mereka gugur untuk siapa?
dan... siapa yang peduli?
mereka gugur untuk menutupi kubangan
benarkah?
mo, kapan singgah kemari?
mungkin musim gugur tak akan lama lagi berakhir
di sini kita bisa memutar Gloomy Sunday sepuasnya
atau menonton berlusin film horor
atau Conjuring, mo
di sini sepi
aku masih merasakan pahitnya rasa pil yang kuminum pagi ini
jadi rasanya sepi dan pahit
apa Momiji peduli perasaanku, mo?
kamu di mana?
musim gugur bisa saja berakhir, mo
sebentar lagi
2014, mo baca ini ya :)
bilang saja aku pergi ke taman.
kalau ada ya, soalnya mungkin saja tidak ada
aku ke taman sendirian dan disambut musim gugur
di sini sepi, sejumput rumput ditutupi Momiji
pada Momiji itu, mo, aku bisa tuliskan apa saja
kau mau aku tuliskan namamu?
aku dikutuk dalam keramaian, mo
jadi rasanya sangat nyaman berada dalam kesendirian ini
kau juga, singgahlah kemari kapan-kapan
biar kita berdua bisa bersama-sama menyendiri
musim gugur mungkin tak akan lama, mo
di sini sepi, dan sendu
dan semua tampak mengeluh karena matahari terlalu malu-malu
burung gereja berkicau sendiri-sendiri, di bawah pucuk cemara
musim hujan kemarin menyisakan banyak lubang, mo
namun ditutupi Momiji
kenapa Momiji itu terlalu suka jatuh, mo?
mereka gugur untuk siapa?
dan... siapa yang peduli?
mereka gugur untuk menutupi kubangan
benarkah?
mo, kapan singgah kemari?
mungkin musim gugur tak akan lama lagi berakhir
di sini kita bisa memutar Gloomy Sunday sepuasnya
atau menonton berlusin film horor
atau Conjuring, mo
di sini sepi
aku masih merasakan pahitnya rasa pil yang kuminum pagi ini
jadi rasanya sepi dan pahit
apa Momiji peduli perasaanku, mo?
kamu di mana?
musim gugur bisa saja berakhir, mo
sebentar lagi
2014, mo baca ini ya :)
Minggu, 09 Maret 2014
Puisi dan Bunyi
tentu tidak usah memaksudkannya sebagai pembicaraan tentang hakikat puisi bagi kehidupan kalau sekarang kita bertanya, 'Untuk apakah puisi ditulis?'. puisi, yang dilisankan sebelum kita mengenal aksara, dan tentu 'hanya' berupa bunyi, kini telah berubah menjadi benda visual yang ruang geraknya telah berpindah-pindah mulai dari berbagai lembaran dan lempengan untuk menulis sampai ke koran bahkan ke layar komputer. masing-masing memerlukan proses yang berbeda-beda.
***
ketika kita membicarakan puisi, perangkat sastra yang kita singgung-singgung adalah, antara lain, rima, alterasi, asonansi, irama, dan repetisi--semua berkaitan dengan bunyi.
kalau kita membicarakan fiksi, umumnya bukan itu yang menjadi sorotan diskusi kita. dibanding dengan genre lain, puisi tampaknya memang masih bersandar ke bunyi: dari pantun sampai ke tembang yang rumit tatacara penulisannya,
puisi tetap tunduk pada hakikat kelisanannya, yakni bunyi.
Sapardi Djoko Damono
Sitok Srengenge
Saya kenal beliau dari buku antologi puisi pertama yang saya punya. Di sana ada sekitar tiga buah puisinya yang masuk dalam nominasi 100 puisi Indonesia terbaik 2008 (author: Anugerah Sastra Pena Kencana). Betul, saya mengenal beliau hanya sebatas tiga puisi karyanya yang saya sukai. Ketiganya adalah Lembah Lantana (Kompas, 26 Agustus 2007), Lukisan Perempuan (Kompas, 26 Agustus 2007), dan Ruang Singgah (Kompas, 26 Agustus 2007). Dan kebetulan, beliau juga merupakan juri dalam program penganugerahan ini, bersama dengan Sapardi Djoko Damono, Budi Darma, Apsanti Djokosujatno, Ahmad Tohari, Joko Pinurbo, dan Jamal D. Rahman.
Dan ketika sebuah link tentang kabar kasus yang menimpa beliau, saya setengah tidak percaya. Betapa tidak, seorang budayawan dan penyair terkenal...? Baiklah, memang tidak ada yang tidak mungkin. Saya juga tidak berpihak pada siapa pun. Hanya saja, begitu amat disayangkan jika memang beliau berbuat seperti itu. Dan dari apa yang saya baca, modusnya menggunakan sajak-sajak yang beliau punya. Korban yang ia dekati memang mengaku menyukai sajak-sajak karya beliau. Dan begitulah.
Nah, kan? Betapa puisi atau sajak atau prosa atau mahakarya sastra lainnya begitu memiliki pengaruh yang kuat, terutama dalam kasus ini. Dan beliau telah salah menggunakannya. Siapa sih yang tidak kagum pada penyair terkenal? Penyair yang selama ini sudah menulis banyak sekali karya luar biasa? Budayawan yang dihormati? Aktivis yang telah terlibat dalam banyak kegiatan sastra?
Namun bagaimana pun, sebuah sajak tidak berhak untuk disalahkan. Benar?
Dan ini salah satu puisi karya beliau:
Lembah Lantana
Barisan pokok jati, gelepar angin dini hari,
tanah mengurai cahaya, lenguh lembu betina
Lidah fajar menjilam pelupukmu terpejam,
ekor mimpi tersangkut di rumbing rambut
Dedahan mendedah kelambu kabut,
dalam igau namaku kausebut
Kuhasratkan arus deras dalam tubuhmu yang cadas
demi kularung mimpi-mimpi boyak serupa perahu masa kanak
Bila musim merentang lengan dan langit terpana parasmu yang sentosa,
pinggangmu penuh bunga, burung-burung akan kembali,
bebatang ranggas menolak mati
Di lekuk liku lukamu, di mana dendam terbenam,
keteduhan membalur bilur waktu biru lebam,
sepasang cuping hidung saling singgung
Bagai rerajut rumput dan lumut, hidup dan maut bersipagut,
gairah mendesing dari reruntuk puing, ingatan lekang
bersalin kelopak-kelopak jingga bemerkahan
Ketika kelam kelaminmu menghisap gempita gempa
ke rahim sunyi dini hari, kudengar angin menggelepar di pepokok jati
Lalu lenguhmu
selembut lembu
Tanah kuyup,
cahaya redup
tanah mengurai cahaya, lenguh lembu betina
Lidah fajar menjilam pelupukmu terpejam,
ekor mimpi tersangkut di rumbing rambut
Dedahan mendedah kelambu kabut,
dalam igau namaku kausebut
Kuhasratkan arus deras dalam tubuhmu yang cadas
demi kularung mimpi-mimpi boyak serupa perahu masa kanak
Bila musim merentang lengan dan langit terpana parasmu yang sentosa,
pinggangmu penuh bunga, burung-burung akan kembali,
bebatang ranggas menolak mati
Di lekuk liku lukamu, di mana dendam terbenam,
keteduhan membalur bilur waktu biru lebam,
sepasang cuping hidung saling singgung
Bagai rerajut rumput dan lumut, hidup dan maut bersipagut,
gairah mendesing dari reruntuk puing, ingatan lekang
bersalin kelopak-kelopak jingga bemerkahan
Ketika kelam kelaminmu menghisap gempita gempa
ke rahim sunyi dini hari, kudengar angin menggelepar di pepokok jati
Lalu lenguhmu
selembut lembu
Tanah kuyup,
cahaya redup
Sitok Srengenge, 2006.
Sedang Ia
Tidak ada kepedihan yang
teramat pedih
Selain dikhianati oleh
dirimu sendiri
Yang terus menerus
menyuruh hatimu untuk berbahagia
Sedang ia terus saja
melukaimu
Sedang ia terus saja
mempercepat kematianmu
fragmen kemarin
kusimpan kembali lenguh rindumu, laki-laki yang datang dari tanah jauh.
lalu seperti yang direncanakan angin sore ini, aroma tubuhmu liar mencecar udara kamarku. mencari-cari rindumu yang kusimpan dalam kabinet plastik. di atasnya, ada mereka yang dahulu kamu simpan dalam lemari kayu.
hikari, kalaf, dan kisa. betapa aku tidak ingin membenci maupun menyayangi. aku penat, sepenat udara di luar yang membawa uap air. kemudian mengalirkan hujan dari langit yang rendah.
jika fragmen kemarin adalah bagian dari luka, kita hanya perlu benang jahit untuk menutupinya. dan jika hari ini cepat menjadi kemarin, aku ingin kamu datang secepat yang kamu bisa. dari tanah jauhmu. karena angin semakin liar membawa aroma lain.
aku tidak ingin lagi membenci. atau dengki. karena rindumu selalu penuh memenuhi kamarku. tidak ada ruang untuk benci. tidak ada ruang untuk kemarin.
kita hanya punya hari ini untuk terjaga, ingat? jadi merindulah sepuasmu, akan kusimpan sebanyak apapun.
lalu seperti yang telah direncanakan angin sore ini, aroma tubuhmu liar mencecar udara kamarku.
sedang jemari tanganku,
gemetar dan berjatuhan.
2014, untuk hamzah.
lalu seperti yang direncanakan angin sore ini, aroma tubuhmu liar mencecar udara kamarku. mencari-cari rindumu yang kusimpan dalam kabinet plastik. di atasnya, ada mereka yang dahulu kamu simpan dalam lemari kayu.
hikari, kalaf, dan kisa. betapa aku tidak ingin membenci maupun menyayangi. aku penat, sepenat udara di luar yang membawa uap air. kemudian mengalirkan hujan dari langit yang rendah.
jika fragmen kemarin adalah bagian dari luka, kita hanya perlu benang jahit untuk menutupinya. dan jika hari ini cepat menjadi kemarin, aku ingin kamu datang secepat yang kamu bisa. dari tanah jauhmu. karena angin semakin liar membawa aroma lain.
aku tidak ingin lagi membenci. atau dengki. karena rindumu selalu penuh memenuhi kamarku. tidak ada ruang untuk benci. tidak ada ruang untuk kemarin.
kita hanya punya hari ini untuk terjaga, ingat? jadi merindulah sepuasmu, akan kusimpan sebanyak apapun.
lalu seperti yang telah direncanakan angin sore ini, aroma tubuhmu liar mencecar udara kamarku.
sedang jemari tanganku,
gemetar dan berjatuhan.
2014, untuk hamzah.
Jika
mengapa sakit selalu dapat memenuhi ruang-ruang di antara kita? karena jarak, atau begitu pepatnya mimpi yang kita punya?
rindu boleh jadi selalu datang. tapi rasa takut hinggap sama seringnya. jika cinta adalah suatu pembenaran, mengapa membuat kita menangis terlalu keras?
pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu kubeli jawabannya. janji yang tak berkesudahan, tanpa ada yg terwujud. karena waktu belum memberikan kesempatan pada kita, untuk sedikitnya mengetahui apa yang kita punya. siapa kita?
kita diuji dalam keragu-raguan. mengetahui masa depan sama sendunya dengan pergi ke masa lalu. jadi sayang, kita hanya punya hari ini untuk terjaga.
jika cinta bukanlah sebuah pembenaran dari setiap keluh kesah. jika cinta hanya tentang mimpi yang terasa nyata, atau sebaliknya. jika cinta merupakan bagian dari janji yang tak terbeli...
kamu di mana? tetap di sini atau terjaga di mimpi yang lain?
2014, iseng.
Langganan:
Postingan (Atom)