seperti yang sudah-sudah
aku merayakan kesendirian di sini, di taman ini
aku belum mau pulang ke kenyataan
darahku berdesir, mungkin akan keluar dari setiap pepori
yang mengelupas oleh cuaca
seperti kulit batang pohon jambu merah
mataku liar membaca jalanan
menatap lurus paving blok yang berlumut
berharap ada sedikit kehidupan di situ
sekarang sudut taman ini terasa mati
mati semua, burung-burung juga hampa
lantai pualam yang kusam, dinding kapur
gema suaramu memantul
aku semakin merindukan kenyataan
tapi aku terjebak di sini, tidak bisa ke mana pun
aku rasa kepalaku akan pecah
bola mataku juga, terlalu perih
mungkin pembuluh darahku sedang mendidih
ketakutan
aku bisa menenggak beberapa amitryptiline
kemudian tertidur sebentar dengan suhu badan yang tinggi
tapi saat terbangun, aku masih ada di taman ini
bawa aku kembali
di sini musim gugur mematikan setiap nafas
merenggut nasib dan harapan tinggal sekerat
aku takut
aku lupa jalan pulang
Momiji mengering, terbakar sendiri
aku lupa jalan pulang
Momiji mengering, terbakar sendiri
di manakah namamu?
di sela pokok cemara tidak ada bulan sabit
di dekat semak hanya ada ilalang
di manakah namamu?
mengapa hilang dari taman ini?
atau aku yang terlalu jauh pergi?
bawa aku kembali
di sini hanya ada seringai
semakin malam musim gugur mulai berubah
bintang hadir, lalu pecah di atas kepalaku
anak-anak tupai berlarian mencari lubang
hatiku juga berlubang
semuanya berlubang
Momiji tak lagi menutupi
mereka terbakar sendiri
dan aku lupa jalan pulang
bawa aku kembali
bawa aku ke pagi-pagi
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar