Profil

Rabu, 18 Desember 2013

Tiga Catatan Terakhir

1.
di dalam sebuah pejam
aku saksikan sepasang mataku
menghamburkan jutaan
kunang-kunang. Kuning
seperti daun lerai dari ranting.

kunang-kunang itu berkerumun di ujung-ujung
jari tanganku menyematkan ciuman terakhir
sebelum terbang berkilau-kilauan di udara.

kunang-kunang itu melanglang mencari sepasang
matamu yang berada dalam sebuah pejam yang lain
pejam yang telah lama direncanakan alam dan malam.

dan engkau menyangka kunang-kunang
yang masuk ke matamu adalah mimpi,
mimpi yang engkau duga-duga maknanya.

namun pada saatnya engkau akan tahu,
kelak kunang-kunang itu terbang
hinggap di kelopak pipimu
setiap kali aku engkau kenang.

2.
tiba-tiba mampu aku pahami
seluruh yang pernah datang
bertandang ke dua mataku
bahkan yang aku duga mimpi.

tiba-tiba aku jatuh cinta
melebihi seluruh jatuh cinta
yang pernah menyakiti dadaku. namun

ketika ingin aku katakan pada telingamu
aku tak lagi memiliki suara,
ketika ingin aku katakan pada matamu
aku tak lagi memiliki cahaya.

3.
melalui lubang pepori kulitku, air resap perlahan
membentuk sungai-sungai kecil di tubuhku.

sungai itu mencari rongga dadaku
mencari lautan yang pernah dipenuhi
ribuan ikan mungil peliharaanmu.

sesaat sebelum mataku dikatup
dan peti matiku ditutup,
sungai-sungai itu meluap,
menguap ke langit lapang,
langit yang selalu engkau pandang
sambil menggigit bibir sendiri
dengan mata bergenang-linang.
sebab engkau tak mau lebih manja
dari langit di bulan-bulan hujan.

tetapi tidak. kelak langit dan dirimu
sendiri akan memaafkan semua
kesedihan yang engkau ciptakan
dari kematianku.


Aan Mansyur, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar