Profil

Kamis, 13 Juni 2013

Musim

Sekian musim yang aku saksikan dalam setiap jemarimu yang kerap gemetar. Jemari yang menyentuhkan hangatnya pada pundakku yang berguncang pelan. Sekian musim yang turun di lembah terdalam, tempat pecundang mematahkan ranting-ranting yang tersambung pada hati dan air mata. Dan daunan gugur, dan sekuat tenaga hatiku mencegah setiap air mata luruh dari perkara yang tak terhindari.

Kepada cinta, aku sebutkan setiap lara yang mengganggu pikirku. Kepada cinta aku keluhkan setiap nafas yang merebut nafasku. Dan musim mulai memudarkan warnamu. Satu ranting yang patah akan menggugurkan ribuan daun.

Ketika cinta terasa bukan milikku, terasa samar hendak pergi. Saat itulah musim membanjiri lekuk wajahmu, menenggelamkan setiap keindahan yang terpeta. Dan aku merasa sesak, bahkan tak sanggup untuk mengeja setiap namamu. Akar-akar waktu mencari batasnya pada ruang-ruang dalam hatiku.

Aku belajar untuk tidak menangis, sebenarnya. Tapi kepadamu kuperlihatkan setiap perih, kepadamu kuperlihatkan setiap pedih. Kepadamu, kepada cinta, kukatakan sekian perasaan saat ranting menggugurkan daunan. Kemudian sungai di antara jemarimu akan membawaku pada sebuah kenyataan bahwa musim belum benar berakhir.

Musim mendingin. Aku hanya ingin setiap matamu mempercayai cahaya yang aku buat untuk mengusir cemas dari masing-masing ketakutan kita. Kamu tak banyak bicara. Aku meraih segala yang dapat kugenggam dan kutanamkan dalam lubang hati. Supaya tumbuh dalam musim yang bermekaran.

Kamu yang selalu ada bersamaku, dengan setiap jemari yang gemetar manahan sesak nafasku. Bertahanlah bersama musim yang menghangat di tanganmu.

Dan jangan pergi.


Meditria, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar