Profil

Senin, 26 September 2011

Pelangi Untuk Kita

Buat Risty Nurtyarti



Ada sepucuk surat yang datang dari alamat senja. Lunglai angin mencegatnya di batas kota dan membawanya padaku, segalanya menjadi seperti lebih bergairah. Pokok-pokok cemara bergesekan di antara pekik jangkrik yang mulai ramai. Aku hanya berharap malam ini langit penuh dengan bintang. Seperti halnya dengan sepucuk surat yang datang itu, berupa doa yang sama agar malam ini benderang.

“Cintaku tumbuh di sini, bersama bulan yang menetas,” gumamku saat tahu bahwa baru saja doa kita terkabul. Aku bisa tersenyum, di sela sakit yang sedang kuderita. Aku tahu kau selalu mendoakan yang terbaik untukku nun jauh di sana, sambil melihat langit yang sama. Ah, apa di tempatmu angin berhembus sehangat ini?

Aku punya sebuah taman di dalam lipatan kepalaku. Di sana ada pelangi yang selalu kita impikan, pelangi yang tak pernah mengenal muara. Dan kita membias di antaranya, di antara kuncup bunga dan warna-warni dunia.
Kita memang tidak pernah bertemu namun aku selalu melihatmu di taman imajinasiku, duduk di papan ayunan yang berderak perlahan. Kau memutar lagu riang saat tahu aku sedang letih, hingga aku kembali menjadi diriku yang sebenarnya. Sejak itu aku berjanji akan selalu hadir dalam taman mungil milikmu, yang kau simpan di balik bantal kesayangan yang kau usap sesaat setiap akan tidur. Berharap kita bertemu dalam mimpi yang panjang.

“Menjadi temanmu adalah indah. Aku merasa dekat meski kita tak pernah bertemu. Cepat sembuh sahabatku, Risty. Agar kita bisa bertemu, segera!” kata-katamu membuatku lebih bersemangat. Meski itu hanya lewat obrolan chatting yang biasa kita lakukan di jejaring sosial. Ya, dunia maya yang membuat kita sedekat ini. Kita berkomunikasi lewat apa saja, facebook, twitter, chatting, bahkan sms dan telepon.

“Kau pandai membuatku tersenyum namun aku pandai membuatmu sedih seperti ini,” jawabku dengan perasaan bersalah. Dan kemudian kau terus memberiku motivasi agar aku bangkit. Dan itu berhasil, aku menjadi lebih baik.
Aku akan selalu ingat suaramu yang lembut di seberang telepon. Bagaimana kau berbicara, tertawa, dan menyikapi permasalahan-permasalahanku saat aku mencurahkan hati padamu. Kita memang seorang pelajar yang masih rentan terhadap masalah-masalah dunia.

Malam ini semakin hangat, bulan menggantung sempurna tanpa lekuk awan. Aku tahu kau sedang bersamaku saat ini, meski Karawang-Tasik bukanlah jarak yang begitu dekat. Kupandangi hiasan dari kain vlanel yang kau berikan tempo hari lewat paket ke rumahku. Berbentuk sepotong kue yang lengkap dengan ornamen-ornamen cantik sebagai penghias. Kau membuatnya sendiri dan kini terpajang di sudut meja belajarku. Agar setiap aku terjaga, aku akan tersenyum karena aku memiliki sahabat yang lebih indah dari pelangi manapun yang pernah singgah di atas atap atau di depan jendelamu setiap pagi.

Sahabat, datanglah ke tamanku, akan kuhidangkan bias pelangi dalam gelas-gelas kaca, kulukiskan senja di antara cemara dan kunyanyikan ceracau malam yang bersahutan pada dinding-dinding pualam. Ayunan berderak, kau tersenyum dan memberi isyarat bahwa kau akan singgah hingga aku sembuh dan berjanji akan menyanyikan lagu riang agar aku selalu bersemangat.

Terima kasih sahabatku, Sofie. Esok akan ada pelangi yang membias untuk kita.


***meditria2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar