Kepadamu yang tak pernah
kupadamkan rindu
Menjumpai kamu seperti membaca karya-karya Afrizal
Malna. Membuatku bertanya-tanya sendiri. Tentang kamu, tentang semua yang
selama ini aku duga mimpi. Menjumpai kamu seperti menebak warna lembayung.
Tanpa pernah tahu kapan hujan akan turun. Kamu yang tahu bagaimana diriku,
bagaimana kita seharusnya berlaku. Bagaimana cinta memperlakukan kita dan bagaimana
kita ada karena cinta.
Kita yang pernah merasa terbuang oleh kesedihan
sendiri-sendiri. Merasa tidak akan pernah lagi ada pelangi yang datang sehabis
hujan. Bagaimana mengatakannya? Ketika tahun-tahun yang lalu membuat kita harus
membungkus tangis yang ada dan menyembunyikannya dalam rapat kesibukan yang
kita bangun dengan sengaja.
Tapi di antara segala sesuatunya ada yang hendak
memberi tahu. Bahwa sejatinya kamu tidak pernah hilang dari apa yang terlihat.
Semuanya. Kamu selalu diam-diam datang mengunjungi kelebatan resah di dalam
ruang-ruang hati dan berusaha menghangatkannya. Meski tidak selalu berhasil,
dan tangis mulai muncul ke permukaan.
Maka saat menangis ada satu lagi rasa yang hinggap,
menggerogoti separuh perjalanan tanpa dirimu. Rindu. Perasaan yang datang
selalu di saat yang tidak tepat, membuatku menjadi perempuan yang hanya punya
sedu dan sedan. Menyulam jemari dalam resah, dalam ruang-ruang yang terasa
jauh.
Kemudian ada saatnya seorang seperti diriku
menjejaki jalan setapak yang aku mau, yang aku butuhkan. Bukan yang aku
takutkan untuk sekedar berbelok dan menemukanmu lagi. Kamu adalah sebuah garis
lurus dan akulah yang telah berbelok selama ini. Kehilangan pagi, dan dikutuk
malam-malam yang basah.
Dan setelah aku benar-benar melepaskan akar-akar
yang berpilin dalam kepalaku, sekali lagi aku menjumpai kamu. Dalam kisah yang
berbeda, tapi terasa serupa karena kita sama-sama membawa setengah dari rindu
yang terbengkalai dalam berlama-lama waktu. Kemudian menyatukannya.
Dan hingga ini mencapai anti klimaks. Aku masih saja
menduga bahwa kamu adalah separuh mimpi yang dibawa malam untuk sekedar
menyelamatkan hari-hariku kemudian. Bagaimana mengatakannya? Ketika aku
benar-benar bersyukur tidak membunuh dirimu dan membuangnya dalam kenangan.
Ketika aku bersyukur telah membiarkanmu diam-diam memenuhi pelupuk mataku dalam
perjalanan menyelesaikan malam. Ketika aku bersyukur bahwa kamu bukan hanya
sekedar apa yang selama ini aku duga khayalan.
Menjumpai kamu, aku menjadi diriku dan bahagia
dengan itu...
halo! kamu :)
BalasHapusHaiii :3
Hapus