Profil

Senin, 15 April 2013

Karat

Perempuan itu bertaruh dengan waktu. Ketika malam tak lagi butuh cahaya dan menjadi semu. Seperti perasaan yang tak pernah benar ada wujudnya, tapi begitu sakit saat terluka. Perempuan itu menangis dalam diam. Menjerit dalam diam. Sementara alam terus saja membenturkan udara beku, hingga nafasnya kian tersengal.

Ada lagi. Seorang lelaki yang bangun pagi-pagi sekali. Merasa letih karena separuh malamnya digerogoti pikiran tentang bagaimana melupakan, atau sekedar menjadi tahu diri. Lelaki itu jarang makan roti atau minum yang hangat-hangat. Ia langsung berangkat. Tanpa sempat bertanya apa pun, tanpa sempat mengurai kembali apa yang salah, atau bertanya-tanya bagaimana semuanya terus saja berlangsung.

Perempuan itu bergerak, kini. Membenarkan letak bantal yang semi basah. Kemudian merapikan gaun tidurnya. Ia bangkit, melihat refleksi dirinya. Perempuan itu sudah lupa cara mengenali dirinya sendiri. Hatinya berkarat dan sekarat.

Laki-laki itu sudah pergi. Mungkin sempat menoleh sebentar, hanya untuk memastikan jejak sepatunya tidak tertinggal di teras beranda. Tidak ada. Tidak ada apa pun di sana. Selain udara yang masih beku memenuhi ruang-ruang di dadanya. Yang juga sekarat.

Kemudian pada kedalaman hati, bahagia terus saja mencari sisa-sisa hidupnya. Dari keduanya. Dari keduanya. Keduanya.


Meditria, 2013. Setengah sadar.

2 komentar: