Profil

Selasa, 06 Desember 2011

Di Komplek Taman

Di komplek taman , kau duduk sendiri di papan ayunan , menimang-nimang hujan di pelupuk matamu . ada getir yang mengalir di tiap titik-titiknya . kau merekatkan pakaian musim dingin yang kau kenakan . kau penuhi saku bajumu dengan jemari tangan yang kian beku . hujan tak pernah mau berhenti menjejali setiap pori-pori tubuhmu dengan kesedihan . jemu . membeku . setiap desir angin adalah tragedi masa lalu . tragedi mimpi yang kuyu , atau sebatang kayu bersimbah darah , atau cinta yang tanggal satu demi satu dari tangkainya . kau berteriak dan hujan meredamnya . getir . desir . kau beranjak , berjalan menuju pengap hujan di kejauhan , got-got telah tenggelam oleh sulur-sulur kebisuan . tak seorang pun ada di situ , pada saat itu . dan bunga-bunga liar luruh pada puncak batuan . kau terus berjalan melewati onggokan puing-puing berbau busuk . dulu , puing-puing itu menyemai indahnya pendar cahaya .

aha ! sepatumu menginjak kubangan , di mana sebuah kerinduan terpantul di sana . menyayat paru-parumu yang rapuh .

rindu , rindu , rindu .

dalam kerinduan kau terus menyusuri jalanan lengang . kau lihat pancuran , kau lihat burung gereja , kau lihat pohon cemara , kau lihat lantai-lantai pualam . semuanya terbuat dari abu dan debu . kau lihat bangku taman : jangan duduk di sana . ada sisa-sisa keputusasaan di masa lalu .

hujan memukul-mukul tubuhmu . sesaat kau tahan rasa sakit yang terlalu , kau terjatuh dekat lampu taman yang redup . hingga dedaun gugur penuhi atas jasadmu ...

akh , rindu .. rindu .. rindu ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar